KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbilalamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
berkat rahmat dan karunia-Nya, sayadapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah
Mikrobiologi yang berjudul “MIKROBIOLOGI
PENYAKIT LEPRAE”.
Sesuai dengan judul yang telah disebutkan diatas, dalam makalah ini kami
memaparkan mengenai pengertian leprae, penyebab leprae, ciri-ciri leprae, jenis-jenis
leprae,etimologi leprae, penyembuhan penyakit leprae, serta materi-materi lain
yang berkaitan dengan topik tersebut.
Tujuan dari penyusunan makalah ini, selain untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Mikrobiologi, juga saya susun sebagai bahan pembelajaran diskusi saya.
Namun di samping itu, kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan. Dan untuk itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang sekiranya membangun dari para pembaca sekalian agar
kekurangan dalam makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi lebih sempurna
untuk proses penambahan wawasan kita semua.
Nganjuk,5Maret 2014
Penyusun
Irawan
Dianata
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar........................................................................................ i
Daftar
isi.................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar
belakang............................................................................... 1
B. Tujuan............................................................................................ 1
A. Pengertian
Leprae.......................................................................... 2
B. Sejarah....................................................................................... ... 3
C. Ciri-ciri
Leprae............................................................................... 4
D. Etimologi
penyakit leprae.............................................................. 5
E. Epidemiologi
penyakit leprae........................................................ 5
G. Patofisiologi................................................................................... 9
H. Bentuk-bentuk
leprae..................................................................... 10
I. Pengobatan.................................................................................... 11
BAB
III PENUTUP................................................................................. 14
A. Kesimpulan.................................................................................... 14
B. Saran
............................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................... 14
Bab I Pendahuluan
A.
Latar
Belakang
Penyakit lepra merupakan
infeksi progresif lambat yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, penyakit
ini mengenai kulit dan saraf perifer dengan konsekuensi deformitas yang
menimbulkan deformitas. Penyakit lepra (sejenis penyakit kulit yang membuat
tubuh penderitanya membusuk, mengering dan akhirnya tanggal satu per satu).
Penderita lepra biasanya dipandang dengan perasaan jijik dan hina. Mereka yang terkena penyakit lepra
dijauhi masyarakat karena takut akan tertular penyakit mengerikan iut. Tidak
ada yang berani mendekati, ada yang berani mendekati, apalagi merawat para
penderita lepra. Penyakit lepra merupakan penyakit negeri dengan mudah dapat
mengetahui siapa di antara mereka yang menderita penyakit lepra.
Lepra adalah penyakit
menjijikkan yang terjadi karena menyebarnya titik hitam diseluruh tubuh dan
merusak sel-sel anggota badan juga kerangka dan bentuknya. Pada akhirnya ia pun
mampu merusak sel penyambung antara satu anggota dengan lainnya hingga seolah
satu dengan lainnya saling memakan dan berjatuhan.
Lepra adalah suatu penyakiit
kulit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae. Serangan kuman lepra
yang berbentuk batang ini biasanya menyerang kulit, saraf, mata, selaput lendir
hidung, otot, tulang dan buah zakar. Lepra yang disebut juga dengan penyakit Hansen yang
merupakan penyakit kulit yang diakibatkan oleh infeksi menahun yang ditandai
dengan adanya kerusakan saraf perifer yang menyerang hampir seluruh bagian
kulit.
Penyakit lepra ini termasuk penyakit menular yang
harus dihindari. Jika ada seseorang yang menderita penyakit lepra berat dan
tidak tertangani, sewaktu-waktu bakteri lepra akan menyebar ke udara dan
sekitar 50% kemungkinan tertular dengan penyakit lepra ini. Penyakit lepra juga
mudah ditularkan melalui hubungan yang sangat dekat dengan penderita lepra itu
sendiri.
B.Tujuan
Makalah ini saya susun selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahMikrobiologi, juga saya memiliki tujuan agar dapat membantu menambah referensi mengenai Penyakit Lepra dalam pandangan Mikrobiologi.
Makalah ini saya susun selain untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliahMikrobiologi, juga saya memiliki tujuan agar dapat membantu menambah referensi mengenai Penyakit Lepra dalam pandangan Mikrobiologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lepra
A. Pengertian Lepra
Penyakit lepra atau kusta adalah penyakit yang terjadi secara menahun yang
muncul dengan secara lambat, biasanya selama bertahun-tahun terjadi. Penyakit lepra atau kusta ini bisa ditularkan
dengan mudah, biasanya mereka yang tinggal satu rumah dengan penderita lepra
atau kusta ini akan dengan mudah terserang juga. Gejala dari penyakit
lepra atau kusta salah satunya ditandai dengan hilangnya daya rasa atau kebal,
biasanya gejala awalnya ditandai di daerah tangan dan juga kaki. Kemudian
kadang-kadang mereka yang menderita akan merasakan rasa terbakar tanpa
diketahui, karena tidak bisa merasakan panas atau merasakan sakit.
Lepra adalah penyakit kronik yang
dihasilkan oleh infeksi dengan Mycobacterium leprae dan terjadi repson hospes.
Organ yang paling mencolok terkena adalah kulit dan sistem syaraf perifer,
tetapi keterlibatan saluran pernapasan atas, testis dan mata juga relatif
sering. Manusia
telah lama diduga merupakan satu-satunya hospes M. Leprae, tetapi infeksi yang
didapat secara alamiah telah didokumentasi pada armadillo di Amerika Serikat
selatan timur dan infeksi percobaan telah dilakukan pada primata, tikus
telanjang dan armadillo.
Lesi kulit kronik, madarosis, neuropati sensori yang menyebabkan kehilangan
jari-jari atau tungkai dan paresis akibat disfungsi saraf motoris merupakan
sekule lepra. Sifat kelemahan yang sangat dapat dilihat ini menimbulkan
kecacatan historis “lepra”. Sekule psikologis dan sosisologis dari stigma ini
dapat melemahkan seperti penyakitnya sendiri dan dapat menyebabkan
keterlambatan dalam mencari perhatian medik. Untuk mengatasi prasangka ini,
istilah penderita lepra telah mengganti kata lepra dan penyakit Hansen telah
menjadi nama yang diterima.
B.Sejarah
Konon, kusta telah menyerang
manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok
kuna, Mesir
kuna, dan India.[6]
Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena
kusta.[7]
Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan
kurang perlu dan tidak etis, beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di
berbagai belahan dunia, seperti India dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif
terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940-an dengan
diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun
juga, bakteri penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan
menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya pengobatan multiobat
pada awal 1980-an
dan penyakit ini pun mampu ditangani kembali.
- M. Leprae yang terinhalasi difagositosis oleh
monosit dan makrofag pulmoner menyebabkan penyebaran lewat darah, tetapi kuman
tersebut terutama hanya tumbuh dalam jaringan perifer yang lebih ringan.
- Penyakit lepra memiliki dua pola penyakit
(bergantung pada respons imun hospes):
a. Penyakit lepra tuberkuloid : lesi kulit yang kering, bersisik
dan tak kentara yang disertai gangguan sensibilitas dan lesi saraf perifer yang
asimetrik.
b. Penyakit lepra lepromatosa
(anergik) : penebalan
kulit dan pembentukan nodul yang menimbulkan cacat tubuh dengan disertai keruskaan
pada sistem sara akibat invasi mikobakterium ke dalam sel-sel makrofag
perineural dan sel-sel Schwan.
c. Penyakit lepra tuberkuloid
disertai dengan respons T-helper tipe 1 (IFN-y) dan penyakit lepra lepramatosa
disertai dengan respons T-helper tipe 2 yang tidak efektif.
Selain itu penyakit lepra yang
melepaskan bakteri lepra juga mudah ditularkan melalui serangga seperti nyamuk,
kutu busuk, atau melalui benda yang biasa digunakan oleh penderita lepra.
Mereka yang tidak tertular penyakit lepra berarti memiliki pertahanan sistem
kekebalan tubuh yang baik, karena penyakit lepra terbagi menjadi yakni penyakit
lepra ringan (lepra tuberkuloid) dan penyakit lepra berat (lepra lepromatosa).
Gejala dari penyakit lepra atau kusta yang lainnya adalah
bercak pucat atau bercak yang besar seperti bercak jamur yang biasanya pada
bagian tengahnya ini mengalami kehilangan untuk merasa, bengkaknya saraf yang
pada akhirnya membentuk seperti benjolan atau juga tali yang tebal yang ada di
bawah kulit, serta luka yang melebar dan terjadi secara menahun, namun hal ini
tidak menimbulkan gatal atau juga sakit.
Gejala yang terjadi dari penyakit
lepra atau kusta yang menyerang wajah adalah kulit wajah yang terasa tebal dan
juga berbenjol-benjol, atau daun telinganya menjadi tebal, pendek dan berbentuk
persegi. Alis mata
yang rontok dimulai dari luar dan kemudian semuanya.
Gejala selanjutnya ditandai dengan lumpuhnya kaki atau
tangan yang menyerupai dengan clawhand atau cakar. Jari-jari tangan dan kaki ni
biasanya akan menjadi lebih pendek dan akan terlihat seperti puntung. Cara
mengobati penyakit lepra atau kusta ini bisa dilakukan namun membutuhkan waktu
yang bertahun-tahun. Salah satu obat yang bisa mengatasi dan mengobati penyakit kusta atau lepra ini adalah sulfon. Jika yang dirasa reaksi
lepranya berbentuk panas, ruam, sakit dan juga dirasa mengalami pembengkakan
pada tangan atau kaki, atau juga kerusakan pada mata, maka tetaplah untuk minum
obat tesebut dan tetap lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mengontrol keadaan.
C.Ciri-ciri
lepra.
Lesi
kulit pada paha.
Manifestasi klinis dari kusta
sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf, dan membran
mukosa.[8]
Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta
tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta
lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau kusta multibasiler (borderline
leprosy).
Kusta multibasiler, dengan
tingkat keparahan yang sedang, adalah tipe yang sering ditemukan. Terdapat lesi
kulit yang menyerupai kusta tuberkuloid namun jumlahnya lebih banyak dan tak
beraturan; bagian yang besar dapat mengganggu seluruh tungkai, dan gangguan
saraf tepi dengan kelemahan dan kehilangan rasa rangsang. Tipe ini tidak stabil
dan dapat menjadi seperti kusta lepromatosa atau kusta tuberkuloid.
Kusta tuberkuloid ditandai
dengan satu atau lebih hipopigmentasimakula kulit dan bagian yang tidak
berasa (anestetik).
Kusta lepormatosa dihubungkan
dengan lesi, nodul, plak kulit simetris,
dermis kulit yang menipis, dan perkembangan pada mukosa hidung yang menyebabkan
penyumbatan hidung (kongesti nasal) dan epistaksis
(hidung berdarah) namun pendeteksian terhadap kerusakan saraf sering kali
terlambat.
Tidak sejalan dengan mitos
atau kepercayaan yang ada, penyakit ini tidak menyebabkan pembusukan bagian
tubuh. Menurut penelitian yang lama oleh Paul Brand, disebutkan
bahwa ketidakberdayaan merasakan rangsang pada anggota gerak sering menyebabkan
luka atau lesi. Kini, kusta juga dapat menyebabkan masalah pada penderita AIDS.
D.Etimologi penyakit lepra
Mycobacterium leprae adalah basil
tahan asam dari famili mikobakteriaseae. Multipliksi M.leprae yang sangat
lambat diamati pada model binatang yang sebagian dapat menjelaskan masa
inkubasi yang lama yang ditemukan pada penyakit manusia: masa 3-5 tahun diduga
khas.
Kejadian lepra yang jarnag pada bayi semuda umur 3
bulan memberi kesan bahwa penularan dalam rahim dapat terjadi atau bahwa masa
inkubasi yang amat pendek dimungkinkan pada keadaan tertentu. Model penularan
yang mungkin termasuk kontak dengan epidermis lepas yang terinfeksi, minum ASI
yang terinfeksi dan gigitan nyamuk atau vektor lain. Namun, sekarang penularan
melalui sekresi hidung yang terinfeksi tampak merupakan dasar pada kebanyakan
infeksi. Keterlibatan nasofaring yang luas ditampakkan sebagai rhinitis kronik
lazim pada penyakit lepratomatosa.
E.Epidemiologi penyakit lepra
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan bahwa
diseluruh dunia ada 11 juta kasus lepra pada tahun 1975. Gambaran ini harus
dianggap perkiraan yang kurang karena penemuan dan laporan kasus tidak cukup.
Mulainya penyakit yang tersembunyi dan laporan kasus tidak cukup. Mulainya
penyakit yang tersembunyi dan stigma sosial menyebabkan penundaan konsultasi
medik dan tidak adanya uji diagnostik sederhana, tidak mahal, membuat
konfirmasi diagnosis kulit.
Kebanyakan pasien lepra dunia ada di
Afrika, India, Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan. Angka prevalensi
sangat bervariasi antara dan di dalam negara; frekuensi tertinggi untuk seluruh
negeri adalah 25 kasus atau lebih per 1.000 populasi, tetapi frekuensi setinggi
200 kasus per 1.000 populasi terdapat dalam kantong-kantong hiperendemik kecil.
Penularan dari orang ke orang merupakan sebagian besar
kasus yang menumpangi; sebagian besar dari mereka terjadi pada anggota keluarga
atau pada kontak dekat penderita yang diketahui. Sekitar 200 kasus dilaporkan
setiap tahun di Amerika Sderikat, darinya 90% adalah pada imigran. Sisanya 10 %
berkembang pada tempat yang terlokalisasi sepanjang pantai Gulf (Guls coast) di
Hawai dan di teritorial Mikronesia.
Lepra terjadi pada semua umur, tetapi infeksi pada bayi
sangat jarang; insiden frekuensi puncak selama masa anak dan masa dewasa awal
di deerah endemik. Infeksi virus imundefisinesi manusia dapat mengubah risiko
lepra didaerah prevalensi yang tinggi untuk kedua patogen.
Lepra atau lebih dikenal dengan
kusta adalah salah satu penyakit yang tingkat daya penularannya besar, dengan
masa inkubasi rata-rata 5-6 tahun. Orang yang menemukan penyakit lepra ini
menurut sejarah adalah seorang dokter dari norwegia Hansen. Sehingga penyakit
ini dinamai dengan penyakit Hansen. Basil penyebab lepra sangat mirip dengan
basil TBC, yakni sangat ulet dan terdapat lapisan lilin (wax) sehingga
Mycobacterium leprae ini sangat sulit ditembus obat, dan tahan asam lambung
serta pertumbuhan yang sangat lambat.
Sekarang kita bahas bagaimana cara penularannya, pria diketahui lebih berpotensi terinfeksi terhadap bakteri ini. Lepra bersifat menular ketika berbentuk Lepra Lepromateus, infeksi-tetes di saluran pernafasan (batuk, ingus, dan bersin) terutama terhadap kontak yang sudah lama. Selain melalui pernafasan, penularan secara genetik juga di perkirakan menimbulkan hasil uji positif adanya bakteri tersebut. Akan tetapi penelitian menunjukan bahwa hanya 5-10% dari semua penduduk di suatu daerah yang terinfeksi M.leprae. Ini dikarenakan M.leprae lebih berpotensi menginfeksi manusia dengan system imun rendah (immunodeficient) dan apabila sudah menginfeksi maka peka sekali untuk menularkannya. Sebab menurut penitian, beberapa di Negara barat, praktis sudah sama sekali tidak ada, dan itu dikarenakan ketahanan penduduknya tinggi terhadap basil lepra dan karena mayoritas penduduk berkehidupan baik dan mengkonsumsi makanan dengan gizi baik.
Kebanyakan penyakit ini terdapat di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Jumlah pasien yang terbesar ada di India ( 950000) disusul Brasil (175000) dan Bangladesh ( 136000). Sementara di Negara kita sendiri pernah mencatat pada tahun 2004 terdapat kurang lebih 36 ribu kasus yang terdaftar maupun yang baru terdeteksi.
Sekarang kita bahas bagaimana cara penularannya, pria diketahui lebih berpotensi terinfeksi terhadap bakteri ini. Lepra bersifat menular ketika berbentuk Lepra Lepromateus, infeksi-tetes di saluran pernafasan (batuk, ingus, dan bersin) terutama terhadap kontak yang sudah lama. Selain melalui pernafasan, penularan secara genetik juga di perkirakan menimbulkan hasil uji positif adanya bakteri tersebut. Akan tetapi penelitian menunjukan bahwa hanya 5-10% dari semua penduduk di suatu daerah yang terinfeksi M.leprae. Ini dikarenakan M.leprae lebih berpotensi menginfeksi manusia dengan system imun rendah (immunodeficient) dan apabila sudah menginfeksi maka peka sekali untuk menularkannya. Sebab menurut penitian, beberapa di Negara barat, praktis sudah sama sekali tidak ada, dan itu dikarenakan ketahanan penduduknya tinggi terhadap basil lepra dan karena mayoritas penduduk berkehidupan baik dan mengkonsumsi makanan dengan gizi baik.
Kebanyakan penyakit ini terdapat di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika. Jumlah pasien yang terbesar ada di India ( 950000) disusul Brasil (175000) dan Bangladesh ( 136000). Sementara di Negara kita sendiri pernah mencatat pada tahun 2004 terdapat kurang lebih 36 ribu kasus yang terdaftar maupun yang baru terdeteksi.
Distribusi
penyakit kusta dunia pada 2003.
Di seluruh dunia, dua hingga
tiga juta orang diperkirakan menderita kusta. India adalah negara
dengan jumlah penderita terbesar, diikuti oleh Brasil dan Myanmar.
Pada 1999, insidensi
penyakit kusta di dunia diperkirakan 640.000, pada 2000, 738.284 kasus
ditemukan. Pada 1999,
108 kasus terjadi di Amerika Serikat. Pada 2000, WHO membuat daftar 91
negara yang endemik kusta. 70% kasus dunia terdapat di India, Myanmar, dan Nepal. Pada 2002, 763.917 kasus
ditemukan di seluruh dunia, dan menurut WHO pada tahun itu, 90% kasus kusta
dunia terdapat di Brasil,
Madagaskar,
Mozambik, Tanzania dan Nepal.
Kelompok berisiko
Kelompok yang berisiko tinggi
terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk
seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi
yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan
sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari
wanita.
Situasi global
Tabel 1:
Prevalensi pada awal 2006, dan tren penemuan kasus baru pada 2001-2005, tidak
termasuk di Eropa
|
||||||
Daerah
|
Prevalensi
terdaftar
(rate/10,000
pop.)
|
Kasus
baru yang ditemukan pada tahun
|
||||
Awal
2006
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
|
40.830 (0.56)
|
39.612
|
48.248
|
47.006
|
46.918
|
42.814
|
|
32.904 (0.39)
|
42.830
|
39.939
|
52.435
|
52.662
|
41.780
|
|
133.422 (0.81)
|
668.658
|
520.632
|
405.147
|
298.603
|
201.635
|
|
Mediterania Timur
|
4.024 (0.09)
|
4.758
|
4.665
|
3.940
|
3.392
|
3.133
|
8.646 (0.05)
|
7.404
|
7.154
|
6.190
|
6.216
|
7.137
|
|
Total
|
219.826
|
763.262
|
620.638
|
514.718
|
407.791
|
296.499
|
Tabel 2:
Prevalensi dan Penemuan
|
||||||
Negara
|
Prevalensi
terdaftar
(rate/10,000
pop.)
|
Penemuan
kasus baru
(rate/100,000
pop.)
|
||||
Awal
2004
|
Awal
2005
|
Awal
2006
|
Selama
2003
|
Selama
2004
|
Selama
2005
|
|
79.908 (4.6)
|
30.693 (1.7)
|
27.313 (1.5)
|
49.206 (28.6)
|
49.384 (26.9)
|
38.410 (20.6)
|
|
6.891 (1.3)
|
10.530 (1.9)
|
9.785 (1.7)
|
7.165 (13.5)
|
11.781 (21.1)
|
10.737 (18.7)
|
|
5.514 (3.4)
|
4.610 (2.5)
|
2.094 (1.1)
|
5.104 (31.1)
|
3.710 (20.5)
|
2.709 (14.6)
|
|
6.810 (3.4)
|
4.692 (2.4)
|
4.889 (2.5)
|
5.907 (29.4)
|
4.266 (22.0)
|
5.371 (27.1)
|
|
7.549 (3.1)
|
4.699 (1.8)
|
4.921 (1.8)
|
8.046 (32.9)
|
6.958 (26.2)
|
6.150 (22.7)
|
|
5.420 (1.6)
|
4.777 (1.3)
|
4.190 (1.1)
|
5.279 (15.4)
|
5.190 (13.8)
|
4.237 (11.1)
|
|
Total
|
112.092
|
60.001
|
53.192
|
80.707
|
81.289
|
67.614
|
Sebagaimana yang dlaporkan
oleh WHO pada 115 negara dan teritori pada 2006 dan diterbitkan di
Weekly Epidemiological Record, prevalensi terdaftar kusta pada awal
tahun 2006 adalah 219.826 kasus. Penemuan kasus baru pada tahun sebelumnya
adlaah 296.499 kasus. Alasan jumlah penemuan tahunan lebih tinggi dari
prevalensi akhir tahun dijelaskan dengan adanya fakta bahwa proporsi kasus baru
yang terapinya selesai pada tahun yang sama sehingga tidak lagi dimasukkan ke
prevalensi terdaftar. Penemuan secara globa terhadap kasus baru menunjukkan
penurunan.
F.Penyebab leprae
Artikel
utama untuk bagian ini adalah: Mycobacterium leprae
Mycobacterium leprae.
Paket terapi multiobat.
Mycobacterium leprae
adalah penyebab dari kusta. Sebuah bakteri yang tahan asamM. leprae juga
merupakan bakteri aerobik,
gram
positif, berbentuk batang, dan dikelilimgi oleh membran sel
lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.M.
leprae belum dapat dikultur pada laboratorium.
G.Patofisiologi
Mekanisme penularan yang
tepat belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti adanya
kontak dekat dan penularan dari udara. Selain manusia, hewan
yang dapat tekena kusta adalah armadilo, simpanse, dan monyet pemakan kepiting.Terdapat bukti
bahwa tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita
kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan, setelah melalui
penelitian dan pengamatan pada kelompok penyakit kusta di keluarga tertentu.
Belum diketahui pula mengapa dapat terjadi tipe kusta yang berbeda pada setiap
individu.Faktor ketidakcukupan gizi juga diduga merupakan faktor penyebab.
Penyakit ini sering dipercaya
bahwa penularannya disebabkan oleh kontak antara orang yang terinfeksi dan
orang yang sehat. Dalam penelitian terhadap insidensi, tingkat infeksi untuk
kontak lepra lepromatosa beragam dari 6,2 per 1000 per tahun di Cebu, Philipina[
hingga 55,8 per 1000 per tahun di India Selatan.
Dua pintu keluar dari M.
leprae dari tubuh manusia diperkirakan adalah kulit dan mukosa hidung.
Telah dibuktikan bahwa kasus lepromatosa menunjukkan adanya sejumlah organisme
di dermis kulit. Bagaimanapun masih
belum dapat dibuktikan bahwa organisme tersebut dapat berpindah ke permukaan
kulit. Walaupun terdapat laporan bahwa ditemukanya bakteri tahan asam di epiteldeskuamosa di kulit, Weddel et
al melaporkan bahwa mereka tidak menemukan bakteri tahan asam di epidermis.
Dalam penelitian terbaru, Job et al menemukan adanya sejumlah M.
leprae yang besar di lapisan keratinsuperfisial kulit di penderita kusta
lepromatosa. Hal ini membentuk sebuah pendugaan bahwa organisme tersebut dapat
keluar melalui kelenjar keringat.
Pentingnya mukosa hidung
telah dikemukakan oleh Schäffer pada 1898. Jumlah dari bakteri dari lesi mukosa hidung di kusta
lepromatosa, menurut Shepard, antara 10.000 hingga 10.000.000 bakteri.Pedley
melaporkan bahwa sebagian besar pasien lepromatosa memperlihatkan adanya bakteri
di sekret hidung mereka. Davey dan Rees mengindikasi bahwa sekret hidung dari
pasien lepromatosa dapat memproduksi 10.000.000 organisme per hari.
Pintu masuk dari M. leprae
ke tubuh manusia masih menjadi tanda tanya. Saat ini diperkirakan bahwa kulit
dan saluran pernapasan atas menjadi gerbang dari masuknya bakteri. Rees dan
McDougall telah sukses mencoba penularan kusta melalui aerosol di mencit
yang ditekan sistem imunnya. Laporan yang berhasil juga dikemukakan dengan
pencobaan pada mencit dengan pemaparan bakteri di lubang pernapasan. Banyak
ilmuwan yang mempercayai bahwa saluran pernapasan adalah rute yang paling
dimungkinkan menjadi gerbang masuknya bakteri, walaupun demikian pendapat mengenai
kulit belum dapat disingkirkan.
Masa inkubasi pasti dari
kusta belum dapat dikemukakan. Beberapa peneliti berusaha mengukur masa
inkubasinya. Masa inkubasi minimum dilaporkan adalah beberapa minggu,
berdasarkan adanya kasus kusta pada bayi muda. Masa inkubasi maksimum
dilaporkan selama 30 tahun. Hal ini dilaporan berdasarkan pengamatan pada veteran perang
yang pernah terekspos di daerah endemik dan kemudian berpindah ke daerah
non-endemik. Secara umum, telah disetujui, bahwa masa inkubasi rata-rata dari
kusta adalah 3-5 tahun.
H.Bentuk-bentuk Lepra
1. Yang pertama adalah bentuk
Lepra tuberkuloid. Disebut juga dengan nama Lepra paucibacillair. Pada tahap
ini pasien masih mudah disembuhkan, karena ternyata pasien LT masih punya
daya-tangkis imunologi yang baik. Namun bentuk ini paling sering dijumpai, kurang
lebih 75% dari jumlah penderita akan tetapi tidak bersifat menular. Gejalanya
pertama, berupa noda-noda putih pucat dikulit yang hilang-rasa dan penebalan
saraf-saraf yang nyeri diberbagai tempat diseluruh tubuh, terutama di telinga,
muka, kaki-tangan. Dapat merusak saraf-saraf jika tidak segera diobati, oleh
karena tidak luka-luka nya yang dirasakan pasien, maka biasanya lama-kelamaan
lukanya akan membentuk borok, dan membuat puntung terutama jika luka yang
menginfeksi kaki-tangan (cacat hebat sekunder).
Sumbergambar:google
2. Yang kedua adalah bentuk
Lepra lepromateus. Atau sebutannya yang lain adalah Lepra multibacillair. Ini
adalah bentuk tersebar yang sangat menular dan banyak terdapat basil, dengan
ciri bentol merah (nodule), demam, dan anemia. Pasien yang terkena bentuk lepra
yang kedua ini bisa dikatakan dengan pasien “berparas-singa”. Karena timbul
deformasi akibat infiltrat di muka, kelumpuhan urat saraf-saraf muka (paresis
facialis) dan mutilasi hidung karena rapuhnya tulang rawan. Bila tidak diobati,
pasien yang terkena basil ini akan mengalami kerusakan organ juga.
Sumber gambar: google
3.
Bentuk Lepra yang ketiga adalah, Lepra borderline (LB), adalah bentuk kombinasi
dari kedua bentuk diatas yaitu LT dan LL, yang akan terbagi lagi menjadi tiga
bentuk peralihan,. Tergantung dari cirinya masing-masing apakah menjadi LTB
(lepra tuberculoid borderlin), LLB (lepra lepromateus borderline), dan lepra
tak tentu.
Metode
pencegahan : ada baiknya anda mengetahui juga terhadap perkiraan terjangkitnya
penyakit lepra, yang pertama adalah jika ada bercak-bercak pada kulit yang
hilang warna pigmennya dan hilang kepekaaan terhadap perubahan suhu dan
tekanan. Kedua adalah penebalan atau pekanya urat syaraf. Wapadalah terhadap
hal demikian, namun setiap kejadian buruk dapat kita cegah, sebab semua kembali
kepada kita lagi. Adapun pencegahan yang paling sering dilakukan adalah dengan
pemberian vaksin BCG. Sementara pengobatan alami dapat diatasi dengan minyak
kaulmogra sebagai terapi simptomatis (symptom/gejala = pengobatan gejala). Dan
obat sintetis yang sering digunakan antara lain, DDS, rifampisin, klofazimin,
dan thalidomide (yang dulu sempat ditarik karena menimbulkan focomelia).
I.Pengobatan
Faktor penting dalam diagnosis lepra adalah inklusinya
pada diagnosis banding gangguan kulit pada setiap orang yang bertempat tinggi
di daerah lepra endemik. Lesi kulit anesteri dengan atau tanpa penebalan syaraf
perifer sebenarnya patognomonis lepra. Biopsi kulit ketebalan penuh dari lesi
aktif (diwarnai dengan pewarnaan histologi standar dan pewarnaan tahan-asam
seperti Fite-Faraco)merupakan prosedur optimal untuk konfirmasi diagnosis dan
klasifikasi penyakit yang tepat. Basil tahan asam jarang ditemukan pada
penderita dengan penyakit indetermintae dan tuberkuloid, sehingga diagnosis
pada kasus ini didasarkan pada gambaran klinis dan adanya granuloma kulit yang
khas.
Uji klinis, mikrobiologi dan radiologi rutin mempunyai
peran kecil atau tidak ada dalam diagnosis lepra, walaupun mereka mungkin
berguna dalam mengesampingkan diagnosis lain. Berbagai assay untuk serum
antibodi yang diarahkan terhadap antigen unik M.leprae telah dikembangkan,
tetapi uji sekarang tidak cukup sendotif dan spesifik pada penyakit aktif untuk
menjadi berguna pada tujuan diagnostik klinis.
Hanya tiga agen antimikroba yang telah terbukti secara
tetap efektif pada pengobatan lepra. Sejak awal tahun 1940, dapsone
(diaminodifenil sulfon) tetap merupakan dasar terapi kaerna harganya rendah,
toksisitas minimal dan tersedia luas. Sayangnya, resisten sekunder cenderung
berkembang ketika obat ini digunakan sebagai satu-satunya agen.
Lebih menguatirkan adalah semakin bertambahnya insiden
resistensi primer yang telah dilaporkan sampai 30% penderita yang baru
didiagnosis di Malaysia dan Ethiopia. Dermatitis, hepatitis dan
methemoglobulinemia jarang tetapi kemungkinan mematikan. Anemia hemolitika
terkait dosis yang mungkin berat, ditmeukan pada penderita dengan defisinesi
glukose-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD), defisiensi methemoglobin reduktase dan
hemoglobin M. Pemeriksaan kehamilan tidak menunjukkan kenaikan risiko kelainan
janin.
Rifampin merupakan obat
mikobakterisid yang paling tepat untuk M. Leprae mencapai kadar sangat baik
dalam sel, di mana kebanyakan basil lepra menetap. Jarang dilaporkan resistensi
terhadap dapson atau bila status reaksi berulang telah terjadi.
Famakokinetiknya kurang dimengerti, teatpi waktu paruhnya bebeapa hari. Obat
ini dngan cepat diambil oleh sel epitel, suatu sifat yang penting untuk
aktivitasnya tetapi juga menimbulkan hiperpigmentasi kulit, iktiosis, serosis
dan enteritis. Perubahan warna kulit coklat-kemerahan yang kuat secara kosmetik
merupakan penghalang untuk digunakan dan sering mengakibatkan penghentian atau
kurang ketaatan.
Dua pendekatan dianjurkan untuk menghalangi penularan
lepra di daerah endemi. Pertama diarahkan pada risiko infeksi pada kontak rumah
tangga penderita lepra, terutama mereka yang dengan penyakit multibasiler.
Didasarkan pada pemeriksaan kontak secara periodik teratur dan pengobatan awal
pada bukti adanya lepra pertama. Terapi profilaksis dicadangkan untuk
lingkungan khusus sehingga dapat dihindari pengobatan tidak tepat 90-95% kontak
yang tidak diharapkan untuk mengembangkan lepra.
Pendekatan kedua untuk pengendalian
lepra adalah melalui vaksinasi. Akibat dari trial klinis dengan berbagai
vaksin, termasuk bacile Calmette-Guerin telah mengecewakan tetapi kloning gen
baru-baru ini untuk antigen utama M. Leprae telah memperbaharui harapan untuk
perkembangan vaksin efektif.
Sampai pengembangan dapson, rifampin, dan klofazimin pada 1940an, tidak
ada pengobatan yang efektif untuk kusta. Namun, dapson hanyalah obat
bakterisidal (pembasmi bakteri) yang lemah terhadap M. leprae.
Penggunaan tunggal dapson menyebabkan populasi bakteri menjadi kebal. Pada
1960an, dapson tidak digunakan lagi.
Pencarian terhadap obat anti
kusta yang lebih baik dari dapson, akhirnya menemukan klofazimin dan rifampisin
pada 1960an dan 1970an.
Kemudian, Shantaram Yawalkar
dan rekannya merumuskan terapi kombinasi dengan rifampisin dan dapson, untuk
mengakali kekebalan bakteri. Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas
pertama kali direkomendasi oleh Panitia Ahli WHO pada 1981. Cara ini menjadi
standar pengobatan multiobat. Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat
tunggal untuk mencegah kekebalan atau resistensi bakteri.
Terapi di atas lumayan mahal,
maka dari itu cukup sulit untuk masuk ke negara yang endemik. Pada 1985, kusta masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di 122 negara. Pada Pertemuan Kesehatan
Dunia (WHA) ke-44 di Jenewa, 1991, menelurkan sebuah resolusi untuk menghapus kusta sebagai
masalah kesehatan masyarakat pada tahun 2000, dan berusaha
untuk ditekan menjadi 1 kasus per 100.000. WHO diberikan mandat untuk
mengembangkan strategi penghapusan kusta.
Kelompok Kerja WHO melaporkan
Kemoterapi Kusta pada 1993 dan merekomendasikan dua tipe terapi multiobat standar.
Yang pertama adalah pengobatan selama 24 bulan untuk kusta lepromatosa dengan
rifampisin, klofazimin, dan dapson. Yang kedua adalah pengobatan 6 bulan untuk
kusta tuberkuloid dengan rifampisin dan dapson.
Sejak 1995, WHO memberikan paket obat terapoi kusta secara gratis pada
negara endemik, melalui Kementrian Kesehatan. Strategi ini akan bejalan hingga
akhir 2010.
Pengobatan multiobat masih efektif dan pasien
tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Cara ini aman dan mudah.
jangka waktu pemakaian telah tercantum pada kemasan obat.
Obat terapi multiobat
kusta.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari apa yang dijabarkan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa penyakit lepra disebabkan oleh mikrobakteria Mycobacterium leprae, dan dapat diobati dengan terapi obat.
A.Kesimpulan
Dari apa yang dijabarkan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa penyakit lepra disebabkan oleh mikrobakteria Mycobacterium leprae, dan dapat diobati dengan terapi obat.
B.Saran
Penyakit lepra disebabkan oleh mikrobakteri dan sehendaknya kita menjaga kebersihan diri dan lingkungan sehingga tidak terjangkit penyakit lepra. Dan untuk yang sudah terkena penyakit leprae segera melaksanakan terapi atau pengobatan-pengobatan secara medis.
Penyakit lepra disebabkan oleh mikrobakteri dan sehendaknya kita menjaga kebersihan diri dan lingkungan sehingga tidak terjangkit penyakit lepra. Dan untuk yang sudah terkena penyakit leprae segera melaksanakan terapi atau pengobatan-pengobatan secara medis.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&ved=0CFwQFjAF&url=http%3A%2F%2Finfo-penyakit-online.blogspot.com%2F2009%2F07%2Flepra-penyakit-hansen.html&ei=saYWU7yaDMb9rAfy0IBI&usg=AFQjCNFmiEF28lh92dJRTlNVdBZl_0UX5A&bvm=bv.62286460,d.bmk