Selasa, 25 Desember 2012

BALADA SI KUNDANG


Karya : Era Sofiyah


Inilah sesungguhnya jejak yang tak berdusta
Ketika waktu menggerus masa
Dintara luka yang tak berkelu
’’maaf nak’’, bukan maksudku sengaja membuatmu membatu
Ini hanya sekedar tentang cinta yang tak kau tahu
Maka tak ada  sesal yang harus kueja
Karena waktu mengajariku untuk tak menangisi sejarah

Akan kuceritakan sebuah hikyat
Tentang selaksa peristiwa
Ketika asa mencipta harapan
’’Ijinkn aku bu, mengangkat sauh’’, katamu dulu
Kan kuhirup aroma dikedalaman laut
Menaklukkan segala curam batu karang
Kelak kan kubawakan segenggam pualam
Untukmu yang telah membagi air kehidupan

Duh, Inilah sesungguhnya keberangkatan
Tak harus ada seduh sedan
Kupupuskan segala resah yang menggoyah
Kugenggamkan hatiku pada ceracau tetua
Biarlah bujang pergi kenegeri seberang
Karena laut akan membawanya pulang
Pada nyiur dan jelaga hitam

Maka kehilangan adalah kematian bagiku
Duh,anakku
Kau yang telah sematkan bunga api
Dari mulut sumbingmu
Setelah berbilang waktu
Kau rengkuh kenikmatan di rahimku
Lalu kepada siapa lagi rindu ini harus kupasung, duhai sayang

Sungguh, aku hanyalah wanita tua yang tak berdaya menggenggam bara

Maka disini aku akan menemanimu setiap subuh
Untuk hapuskan segala resah
Kan kudendangkan lagu –lagu perindu
Agar hilang segala kelu
Kan kubacakan syair tua-tua dahulu
Agar kau tak melulu diserbu sesal yang gaduh
ii
Kupasrahkan segala yang tersisa
Di negeri yang kini telah luluh
Lihat, lihatlah perempuan-perempuan yang berjalan setengah telanjang
Dengan tuak ditangan
Dan mata yang menggelinjang
Lalu mereka campakkan benih-benih tak bertuan
Oh, negeri ini telah menjelma menjadi sarang durjana

Dengar,dengarlah nak!
Seduh sedan para tetua
Telah hilang bujang-bujang kecintaan mereka
Sebab dikutuk peradaban

Untukkmu yang berhidmat dalam bisu
Kan kubingkai keikhlasan dalam pilu
Bila itu mengembalikanmu pada yang dulu
Agar aku bisa memelukkmu setiap subuh 

iii
Ibu, Rasanya aku tak perlu lagi mengingatmu
Mengingatmu adalah mengingat kesakitan masa lalu

Sungguh bu, hasrat telah menenggelamkanku pada lautan dendam
Dendam atas segala peristiwa yang tak kau rasa
Dendam atas segala kemiskinan yang membuatku tak berharga
Dendam atas segala kebodohan yang tak terbantahkan

Bagiku kau hanyalah perempuan renta pengunyah sirih
Tak seharusnya kau ada di tepian dermaga
Menantiku dengan sejumput rindu

Ibu, katamu dulu kau akan menungguku
Pada nyiur dan jelaga hitam
Lalu mengapa kau memanggilku sang durjana laknat

Maka seduh sedan tak ada guna
Karena laut telah mengekalkanku dalam diam
Karena laut telah melahirkan petaka
Bagi si anak durhaka 
Duhai ibu, kabarkan pada setiap yang bernyawa
Sebelum laut kembali murka

Biarlah tubuh bekuku menjelma prasasti
Bila  durhaka telah meraga dalam jiwa
Bila harus kutumpangkan sang pendosa di tubuh perawan
Hingga tercipta benih-benih  tak bertuan

Kau tahu bu, aku hanyalah lelaki rapuh
Yang tak berdaya akan hasrat perindu
Bukankah perempuan itu juga yang telah melahirkan  sumpah serapah
Dari bibir bergincumu ?

Bu, dari cadasnya karang
Kutitipkan salam
Demi kerinduan yang terpendam

Sungguh, akulah si celaka itu
Yang telah memerah habis air susumu
Kutuk saja menjadi batu
Agara lunas hutang sangsiku
Agar tak ada lagi keberangkatan
Agar tak ada lagi seduh sedan
Agar tak ada lagi benih-benih yang tercampakkan
Karena aku dilahirkan sebagai lelaki kundang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGERTIAN TETANUS, TANDA GEJALA, DAN CARA PENANGANANNYA

Pengertian Tetanus Tetanus adalah penyakit serius yang terjadi pada sistem saraf. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri penghasil racun. Ge...