Pada suatu hari di sore yang indah dan sejuk, dengan
angin bertiup sepoi-sepoi. Terdengar suara bisikan lirih dari seorang remaja
yang memanggil Desi.
Yuni,”Desi, mau kemana?”
panggil Yuni dengan sedikit berbisik karena takut salah orang.
Desi,”Eh Yuni, aku ,mau ke
sekolah ambil cerpen yang tertinggal di laci.” Jawab Desi dengan senyuman
manis.
Desi adalah seorang remaja
yang sangat hobi menulis, ketika SMP dia telah menjuarai lomba-lomba menulis
tingkat Kabupaten. Dia juga mewakili daerahnya dalam lomba cerpen di tingkat
kota. Desi di kenal sebagai remaja yang pendiam dan sabar. Ia tinggal bersama
bibinya karena kedua orang tuanya bekerja di luar negeri.
Yuni,”aku boleh ikut kamu
Des?” tanya Yuni dengan wajah yang sedikit berharap agar dia di ajak oleh teman
baiknya itu. Dan dengan sedikit anggukan kepala dari Desi akhirnya Yuni pun
menghampiri Desi dan bersamaan mereka menuju ke sekolah mereka.
Sambil berjalan mereka membicarakan kejadian di sekolah
mereka tadi siang. Ada perselisihan antara dua lelaki yang suka dengan Desi,
karena keduanya saling berebut untuk mendapatkan hati dari gadis cantik itu.
Sudah tiga kali ini kejadian serupa terjadi, karena memang Desi adalah gadis
idaman di sekolah itu. Banyak cowok yang memperebutkannya, tapi dia tidak
merespon semua laki-laki itu. Desi mempunyai prinsip bahwa dia tidak ingin
menjalin kasih lagi untuk kedua kalinya, karena ia trauma dengan kejadian masa
lalunya.
Dua tahun lalu saat ia masih kelas 1 SMA, ia pernah menjalin
cinta dengan seorang pemuda yang sangat baik menurutnya. Mereka menjalin
hubungan hingga dua bulan, tapi selama dua bulan berjalan banyak perselisihan
yang terjadi antara mereka berdua. Tak ada hari tanpa pertengkaran dari mereka,
selalu saja ada hal yang di permasalahkan. Hingga Desi memutuskan untuk
berpisah dengan alasan tidak adanya kecocokan antara mereka berdua. Dari
kejadian itu Desi berprinsip bahwa cinta itu sangat membingungkan.
Lama mereka berjalan akhirnya sampai juga di gerbang
sekolah.
“Selamat sore Pak!” ucapan sapa
mereka terhadap satpam sekolah.
“Siang juga dek, mau ngapain
kok sore-sore ke sekolah?” tanya satpam itu dengan ramah.
“Mau ambil cerpen saya yang
tertinggal pak” jawab Desi dengan nada sopan.
“Ya sudah cepat sebelum
pintu kelasnya nanti di tutup sama pak Budi!” lanjut pak satpam.
Mereka berdua bergegas untuk menuju ke dalam kelasnya,
dan mereka bertemu dengan Nela teman sekelas mereka berdua. Dan Desi
menceritakan tujuannya ke kelas, dan mereka bertiga melihat pak Budi di depan
pintu.
“Pak Budi, jangan di tutup
dulu!” teriak Nela.
“Ya neng, ada yang
ketinggalan ya?” jawab pak Budi.
“Ya pak cerpen teman saya
Desi tertinggal di laci!” jawab Nela.
“O . . ya sudah di ambil
dulu, bapak mau melanjutkan menyapu halaman” kata pak Budi.
Setelah mereka mengambil cerpen, tiba-tiba di panggil pak
Suryo guru bahasa Indonesia mereka. Pak Suryo menyampaikan pengumuman bahwa
akan di adakan lomba cerpen di sekolah mereka.
“Kalau ada yang mau
mendaftar nanti suruh hubungi saya saja”, ujar pak Suryo.
Melihat bakat temannya itu,
Nela menyuruh Desi untuk mengikut i lomba cerpan itu.
“Ikut saja Des, lagi pula
itu kan hoby kamu. Gak ada salahnya kan bila di coba dulu”, desak Nela agar
Desi mau ikut.
“Tapi Nel aku sudah lama gak
nulis cerita lagi, kemarin aja gara-gara di suruh pak Suryo aku ngerjakan.”,
jawab Desi minder.
“Tak apalah Des, kan mencoba
itu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Lagi pula pengalaman kan guru yang
paling baik Des. Gimana ikut ya!”, lanjut Nela.
“Iya deh Nel aku coba”, kata
Desi dengan anggukan kepala.
Keesokan harinya, Desi
menemui pak Suryo untuk mendaftarkan diri mengikuti lomba mengarang cerpen.
Ternyata beliau sudah mendaftarkannya untuk mewakili kelasnya.
Pak Suryo,”Tadi bu Siti
sudah mendaftarkan kamu Des, karena beliau bilang bahwa kamu mempunyai bakat di
bidang ini dan beliau juga sudah membaca karyamu minggu lalu. Sedikit informasi
bahwa lomba akan di adakan pada kamis depan Des.”
Desi,”oh, ya sudah kalau
begitu pak terima kasih.”
Tak terasa hari yang di tunggu pun tiba, semua peserta dari
tiap perwakilan kelas masuk ke dalam ruangan yang telah di persiapkan panitia
OSIS. Setelah semua peserta berkumpul, salah seorang murid anggota OSIS
memanggil juri yang akan menilai hasil karya cerpen peserta. Ada tiga juri yang
akan menilai yaitu bu Siti, Pak Rio dan yang terakhir Pak Suryo.
Pak Suryo,”Peserta akan
diberi waktu dua jam untuk membuat cerita pendek, dan penilaian serta
pengumuman juara akan diumumkan setelah lomba selesai dan akan ditempel di
mading sekolah.” Jelas pak Suryo kepada peserta.
Desi dengan santainya mengerjakan cerpen karena
sebelumnya telah banyak latihan. Detik demi detik, menit demi menit, dan jam
demi jam telah berlalu, dewan juri pun telah memberikan kode bahwa waktu telah
habis. Desi yang pekerjaanya sudah selesai pun mulai melihat ke arah peserta
lain, ada yang tegang dan bergegas cepat-cepat menuliskan tinta di kertasnya.
Memang sulit menulis cerpen bila tidak mempunyai inspirasi yang baik, selain
itu selama membuat cerpen juga dapat melatih keaktifan otak kanan kita.
Bu Siti,” Anak-anak waktunya
sudah habis, silahkan pekerjaannya di taruh saja di mejanya masing-masing nanti
panitia yang akan mengumpulkannya.”
Pak Rio,” Anak-anak sudah
boleh kembali ke kelasnya masing-masing, dan terima kasih atas partisipasinya!”
Keesokan harinya, Desi dan Nela bersamaan untuk melihat
mading sekolah mereka. Nampaknya disana sudah ramai oleh peserta yang mengikuti
lomba kemarin, dari kejauhan terlihat wajah murung dari beberapa peserta. Hal
membuat Desi gugup dan sedikit minder karena takut dengan hasil penilaian
karyanya. Setelah sedikit longgar dan murid-murid yang ada di depan mading
berkurang, barulah Desi dan Nela mendekat ke mading dan membaca pengumumannya.
Kaget bercampur senang tercurah di hati Desi, hati terasa tanpa beban dan
seakan-akan ia melayang di langit. Teriakan kegembiraan pun tak tertahankan
lagi.
Desi,” Asik . . . .. . .
Nel.”
Tak disangka oleh Desi
ternyata dia mendapatkan nilai yang memuaskan dan berhasil menyabet juara 1.
Nela,” Selamat ya Des, kamu
memang hebat!”
Ketika masuk kelas, Desi di
panggil Bu Siti yang tidak lain adalah wali kelasnya. Desi pun menghampiri dan
bertanya kepada beliau tentang perihal dia di panggil.
Bu Siti,” Selamat ya Desi
sudah mendapatkan juara 1, dan terima kasih telah mengharumkan nama kelas kita.
Saya mau menyampaikan bahwa juara 1 sampai 3 mendapatkan spp gratis hingga
ujian nanti, serta dapat mengikuti pelatihan mengarang cerpen yang akan di
biayai oleh sekolah. Di tambah lagi kamu mendapatkan undangan untuk mengikuti
pelatihan blogger Des.”
Desi,”Terima kasih banyak bu
atas informasinya, pelatihan bloggernya kapan bu?”
Bu Siti,”Kemungkinan hari
minggu Desi pelatihannya!”
Desi,”Sekali lagi terima
kasih ya Bu.”
Hari minggu itu Desi berpakaian rapi untuk mengikuti
pelatihan blogger di aula kantor Telekomunikasi. Di jelaskan bahwa blogger
selain dapat mengisi waktu luang juga dapat sebagai penghasilan yang
menjanjikan, mendengar itu Desi teringat dengan keadaan orang tuanya yang dapat
di katakan sederhana. Desi juga tidak ingin terlalu membebani orang tuanya
karena juga membiayai adiknya yang masih kelas 2 SMP, kemudian ia memperhatikan
dengan penuh kesungguhan.
Sesampainya di rumah ia menulis sebuah artikel untuk di update
pada blognya yang akan di buat. Desi memang anak yang sangat rinci dalam
bertindak, sebelum membuat blog ia mengumpulkan bahan bahan yang akan di
masukan dalam blognya nanti. Dia juga berencana menyisipkan puisi dan cerpen
yang merupakan keahliannya. Namun Desi masih bingung karena belum mempunyai
komputer atau laptop untuk mengetik karangannya. Sebenarnya ada temannya yang
mempunyai kedua alat itu, yaitu Nela. Nela adalah anak seorang pejabat dan anak
tunggal, tetapi ia tidak sombong dan manja kepada kedua orang tuanya. Dia anak
yang suka membantu di setiap kesulitan yang di alami orang-orang yang dekat
dengan dia. Namun Desi malu mau minta bantuan ke Nela, karena ia tidak mau
menyusahkan temannya.
Hingga pagi tiba, ia berusaha untuk meminta bantuan pada
Nela. Nela pun menyambut hangat permintaan Desi, bahkan ia juga mau untuk
mengetikan artikel dari Desi. Sekolahnya memang memiliki sarana prasarana yang
lengkap, hotspot sudah di sediakan oleh sekolah dalam rangka mempermudah siswa
dalam hal belajar mengajar. Sehingga Desi tak lagi kebingungan untuk memasukan
data ke blogger yang telah di buat olehnya.
3 bulan berlalu kumpulan artiket Desi sudah semakin
banyak dan memenuhi bloggernya. Siang itu Desi bermaksud untuk menambahkan satu
artikel lagi ke blognya, dan tak di sangka ada sponsor yang menawarkan untuk
menempel iklan d blognya. Dari iklan itu, Desi menerima 700rb rupiah tiap
bulannya untuk membiayai keperluannya sekolah dan pribadi. Kini Desi tidak
bergantung lagi dengan orang tuanya, bahkan ia juga dapat membantu kebutuhan
pokok keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar