Karya : Andromeda Ken Prabuhening
“Takdirmu adalah akhirmu,
Berlarilah ke tempat persembunyianmu!”
Gema raungan sang petapa
Membelah alam keheningan yang menutup sepi
Mengutuk Parikesit yang terengah berlari
Dengan senyum yang mampu membuat setiap dewa
mengerang
Begitulah negeri ini,
Dia yang telah mengoyak habis tulang rakyat
Hanya memberi senyum kebinasaan
Dia perlakukan setiap bawah sebagai pijakan
Dia perlakukan setiap sujud sebagai tempat ludah
Ular mampu kau permainkan untuk berdiri di atas
kedudukan
Ular mampu kau gantung demi memuaskan hasrat
kuasa-mu
“Seperti tumbuhnya matahari di ufuk timur,
Maka terbenamlah menuju arah barat dan akan
berlangsung demikian”
Dharma ditegakkan oleh sang penguasa
Jatuhnya parikesit oleh kutukan sang petapa
Nafasnya terengah membelah hutan hitam
Mencari tempat untuk mengubur kenistaan
Begitulah juga negeri ini,
Telah digalinya lubang pada ibu pertiwi oleh para
tikus tanah
Menanam sisa – sisa kotoran dan debu materi
Menutup mata, mulut, dan hati demi kemunafikan
Kau telah berlari dengan menyebut setiap nama
Kau tutupi setiap senyum licik yang melingkar di
otakmu
Mengingat kau telah meminum darah rakyat ini
“Padi yang telah dituai maka akan tumbuh tinggi
hingga hasil nya akan jatuh ke tanah dan membusuk”
Sang naga Taksaka berlari menyembur api keadilan
Di mana pun parikesit telah berlari dan bersembunyi
Maka datanglah sang naga
Yang datang dengan keadilan telah mampu membunuhnya
Demikian akhir negeri ini,
Dulu kami menutup setiap kesadaran kami
Namun kini, berlarilah para tikus mencari lubang
tanah
Kuasamu kau bawa ke dalam perut buncitmu
Kami telah mengutuk hidup dan alam kematianmu
Negeri ini temukan tikus terbesar yang mampu
melubangi kubah persatuan
Berlarilah bak parikesit yang telah mati oleh
kutukan sang petapa
Karena pada akhirnya begitulah takdir yang akan
membawamu ke lubang kehancuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar